Akhirnya setelah sekian lama tidak berpergian lagi akibat dampak dari pandemi virus covid-19, Saya beranikan diri untuk membeli tiket pesawat dengan paspor yang sudah expired. Saat itu peraturan mengenai protokol PPLN (Pelaku perjalanan luar negeri) dan PPDN masih berubah-ubah, tergantung situasi saat itu apakah grafiknya masih tinggi atau sudah melandai. Saya mengikuti terus perkembangan terkini di sosial media dan internet, dan satu persatu negara sudah mulai mengeluarkan wacana untuk membuka kembali perbatasan antar negara untuk meminimalisir dampak ekonomi khususnya di bidang pariwisata akibat pandemi. Kebetulan juga akan ada libur panjang lebaran, jadi saya langsung beli tiket untuk terbang 1 bulan kemudian.
Yang penting sudah tidak karantina lagi, pikirku. Karena tentunya jika masih ada kebijakan karantina maka memakan biaya lebih untuk booking hotel selama 3 hari di Jakarta. Memang bisa saja dirujuk ke wisma atlet di kemayoran, tetapi dengar dari kabar teman dan saudara, prosesnya sangat ribet dan panjang. Betapa beruntungnya lagi ternyata setelah saya booking tiket pesawat, beberapa peraturan telah makin dilonggarkan. Dari pemerintah Turki tidak lagi mewajibkan PCR untuk turis yang sudah divaksin dan tidak perlu mendownload EHAC. Saya pun segera memperpanjan paspor yang sudah kadaluarsa di kantor imigrasi terdekat, wah ternyata ramai sekali. Jalur online pun cepat habis terisi jika tidak bergadang dan menunggu tengah malam untuk mendapatkan slot jadwal interview dan foto. Tips dari saya, jika mau berpergian dalam waktu dekat, ada baiknya sudah memperpanjang paspor dari jauh hari.
Seminggu sebelum keberangkatan semua persiapan telah selesai, paspor sudah dibuat dan hotel juga sudah di booking. Saya dapat info dari Tripadvisor untuk menggunakan kereta cepat atau HYT (Hisli Tren) sebagai transportasi antar kota di Turki. Sebenarnya ada dua pilihan yang paling nyaman: Pesawat dan Kereta cepat. Jika menggunakan pesawat harganya akan lebih mahal dua kali lipat, sekitar 500 ribu sekali jalan. Memang durasinya sangat pendek, hanya 1.5 jam saja, akan tetapi kebanyakan bandara juga terletak agak jauh dari pusat kota, sehingga tentu perlu menambahkan kembali biaya taksi/transport dari bandara ke hotel jika menggunakan pesawat. Oleh karena itu menurut saya, opsi paling ekonomis dan nyaman adalah menggunakan kereta cepat (bus memakan waktu lebih lama, 2x lipat lebih walau harganya lebih murah sedikit). Hanya antusias pengguna kereta sangat tinggi bagi orang lokal, oleh karena itu kita sebagai turis asing perlu beradu cepat untuk membeli tiket kereta cepat tersebut. Biasanya tiket akan dijual 1 bulan sebelum tanggal keberangkatan, tetapi sejak pandemi, tiket bahkan baru dibuka untuk dijual 1 minggu sebelum keberangkatan. Pada hari-hari biasanya, semua tiket kereta habis terjual 3 hari sebelum keberangkatan, jadi kita hanya punya waktu 2-3 hari untuk membooking tiket kereta dari pertama kali tiket itu dijual.
Perjalanan ke Istanbul dari Jakarta memakan waktu lebih dari 10 jam, kira-kira 12 jam lebih beberapa menit. Setelah tidur di pesawat dan diberikan makan dua kali dan 1 snack, akhirnya tiba juga saya di Istanbul international airport. Airport ini terletak sangat jauh dari pusat kota, jika menggunakan taksi maka biayanya akan sangat mahal, apalagi saat ini inflasi transportasi mencapai 60% di Turki. Saya baca dari beberapa forum, biaya taksi satu arah dari bandara istanbul ke taksim bisa mencapai 600 ribu lebih. Hotel yang saya pilih berada di Kadikoy, dimana posisinya lebih jauh sedikit dari taksim, tidak terbayang untuk saya menggunakan taksi ke hotel. Untungnya tersedia pilihan yang sangat nyaman dan ekonomis, yaitu menggunakan bus airport, namanya HAVAIST (kalau dari sabiha gochen namanya HAVABUS). Biaya per orang dari IST ke kadikoy terminal hanya 75 ribu saja. Setiap penumpang boleh membawa 1 koper dan 1 tas ransel di bagasi. Lebih dari itu, maka akan dikenakan biaya tambahan, tetapi tergantung juga dari kebaikan hati si sopir.
Waktu tempuh sekitar 2 jam kurang, sesuai perkiraan. Kondisi jalanan di istanbul cukup macet, jadi lebih baik spare waktu 2 jam lebih jika anda ingin pergi ke airport. Hotel yang saya pilih jika saya lihat di google map jaraknya hanya 1 kilo saja. Oleh karena itu turun dari bus, saya berencana hanya mendorong koper dan berjalan kaki ke hotel. Saya tidak melihat penyebrangan jalan, jika ada pun mungkin di ujung. Jalan dari terminal kadikoy ke seberang cukup lebar, kira-kira 4 jalur mobil, saya sudah berpikir untuk terpaksa memutar, tetapi kebetulan saya melihat orang lokal disana menyebrang jalan sembarangan. Pada saat itu, ramai juga orang yang ingin menyebrang jalan, oleh karena itu saya gunakan kesempatan ini dan mengikuti apa yang diperbuat oleh orang lokal disana karena saya malas untuk mendorong koper terlalu jauh. Ternyata memang di turki, orang lokal masih menyebrang jalan sembarangan sama seperti di Indonesia.
Sampailah saya di Hotel, hotel di kawasan tersebut tidak ada yang besar, semuanya kecil tetapi tinggi. Ruangan kamar serta lift nya pun kecil. Proses check ini tidak ada masalah dan saya langsung mendapatkan kunci kamar saya, walaupun masih jam 10 pagi. (Dari keterangan, jam check in adalah di atas jam 12). Kamarnya kecil, tetapi bersih dan kasurnya cukup besar untuk seorang diri (twin). Apalagi toiletnya sangat bersih, untunglah. Dua poin ini yang paling utama bagi saya dalam memilih hotel, selain dari lokasi yang strategis.
Karena masih pagi saya pun berencana untuk melihat sekitar sebelum beranjak pergi ke Taksim square. Saya menelusuri jalan kecil di sana dan menemukan sebuah restoran yang menarik untuk dicoba. Harga makanan dan restoran di kawasan Kadikoy sangatlah terjangkau. Rasanya pun enak pantas saja ramai oleh pengunjung lokal. Setelah kenyang, saya pun bergegas pergi ke Taksim dengan menggunakan ferry, dilanjutkan dengan tram. Kawasan taksim memang selalu penuh dengan orang, terlihat di kanan kiri tampak bangunan antik seperti di Eropa. Kita bisa menemukan apa pun disini, dari restoran, bar, gerai sim card/ telepon, toko baju, toko sepatu dan banyak lagi. Semakin malam, kawasan ini malah tampak semakin ramai. Disana saya mencoba makan dessert terkenal di Turki yaitu baklava dan kunafe. Rasanya memang sangat manis, tetapi renyah dan cocok dimakan dengan teh khas Turki. Harga makanan ini memang relatif mahal, karena saya perlu membayar lebih dari 125 ribu untuk 5 buah baklava yang cukup kecil, sedangkan kunafe sekitar 55 ribu. Setelah puas berbelanja di sana, dan mencoba makan di restoran di sekitar Taksim square (kebab?), akhirnya saya kembali ke hotel dan bersiap tidur.
0 Response to "Hari 1 Perjalanan ke Turki Istanbul, Ankara dan Eskisehir"
Post a Comment